SKRIPSI TENTANG EKSEKUSI PUTUSAN PENAHANAN AHOK - PART 1 (ABSTRAK)


ABSTRAK

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BELUM BERKEKUATAN HUKUM TETAP MENGENAI PENAHANAN TERDAKWA BASUKI TJAHAYA PURNAMA YANG DILAKUKAN OLEH JAKSA DITINJAU DARI PASAL 270 DAN PASAL 193 ANGKA (2) KITAB UNDANG UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (Analisis Putusan Nomor 1537/Pid.B/2016/PN JKT.UTR)
Dalam proses pemeriksaan di Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisan Republik Indonesia, pada hari Senin, 7 November 2016, Tersangka Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) tidak dilakukan penangkapan ataupun penahanan, setelah selesai pemeriksaan, Ahok dipersilakan pulang oleh penyidik. Setelah berkas perkara dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum melalui 4 (empat) tahap pelimpahan berkas, tersangka saudara Ahok juga belum dilakukan penahanan. Kepala Pusat Penerangan Umum (Kapuspenkum) Kejagung Muhammad Rum mengatakan alasan tidak dilakukan penahanan adalah “karena bahwa penyidik sudah melakukan pencekalan, berlaku sesuai SOP di kita apabila penyidik tak tahan, kita juga tidak," ujar Kepala Pusat Penerangan Umum (Kapuspenkum) Kejagung Muhammad Rum”. Begitu juga dalam tahap persidangan, majelis hakim tidak mengeluarkan perintah penahanan, mamun setelah pembacaan putusan majelis hakim memerintahkan agar terdakwa ditahan, terhadap putusan itu, terdakwa pada saat itu juga menyatakan banding sehingga putusan itu belum berkekuatn hukum tetap. Akan tetapi jaksa tetap mengeksekusi putusan tersebut dengan menahan terdakwa. Bolehkah Jaksa mengeksekusi putusan pengadilan negeri yang belum berkekuatan hukum tetap? Apakah putusan batal demi hukum jika tidak memuat amar putusan untuk menahan terdakwa yang sebelumnya tidak ditahan?. Secara lebih spesifik metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normative-empiris. Pelaksanaan putusan (eksekusi) dilakukan apabila putusan itu telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewidsje), apabila terhadap suatu putusan masih dilakukan upaya hukum banding maupun kasasi, maka secara hukum putusan itu belum dapat dieksekusi. Penahanan terdakwa Basuki Tjahaya Purnama yang dilakukan oleh Jaksa atas dasar eksekusi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang belum memiliki kekuatan hukum tetap bertentangan dengan KUHAP dan tidak mencerminkan keadilan dan kepastian hukum, majelis hakim dalam mempertimbangkan suatu putusan harus berpegang teguh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak terjadi disparitas putusan antara pengadilan yang satu dengan pengadilan lainnya. Majelis hakim harus tunduk dan patuh terhadap KUHAP dan juga terhadap putusan Mahkamah Konstitusi karena putusan itu bersifat terakhir dan mengikat (final dan binding).


Kata kunci: Eksekusi, Putusan, Inkracht, Penahanan, Ahok

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meat, Desa Indah di Pinggiran Danau Toba, Tampahan, Balige

Trio Amsisi