Menakar Vonis Majelis Hakim Terhadap Pelaku Pembunuhan Veriona Gultom

Pembunuhan wanita muda cantik, yang dilakukan di salah satu kamar kontrakan di Kabupaten Bogor, diduga karena motif cemburu. Pelaku yang melarikan diri dari Bogor, akhirnya ditangkap di suatu daerah di Kabupaten Pandeglang Banten. Dari rekaman kamera seluler yang diunggah netizen pada saat pelaku tertanggkap, terlihat kemarahan warga yang memang sangat wajar karena kekejian pelaku terhadap korban. Begitu juga reaksi yang muncul di kolom komentar dan timeline berbagai media sosial.

Berharap Polisi segera melakukan proses penyelidikan dan penyidikan, yang kemudian dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum untuk diperiksa di sidang pengadilan, dan diputus oleh Hakim, sehingga tercipta keadilan bagi korban, dan kemanfaatan bagi negara.

Belum adanya pemeriksaan mengenai kasus ini, menjadi sangat sulit untuk memprediksi Pasal berapakah yang akan disangkakan oleh Penyidik. Penyidikan tindak pidana pembunuhan merupakan pidana umum yang menjadi kewenangan penyidik di Kepolisian. Pemeriksaan suatu tindak pidana diawali dengan memeriksa tersangka, saksi dan juga alat bukti, kemudian menuangkannya dalam suatu Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang nantinya digunakan sebagai bukti oleh Penuntut Umum, bahwa memang benar telah terjadi suatu tindak pidana. Penuntut umum setelah mendapat informasi dari penyidik tentang penyidikan suatu tindak pidana, melalui Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) akan mengirim Jaksa peneliti agar meneliti secara keseluruhan tindak pidana tersebut. Setelah berkas dinyatakan lengkap dan siap untuk diadili (Kode P21), maka Penuntut Umum membawa tersangka ke pengadilan dengan berbekal Surat Dakwaan.

Surat dakwaan inilah berkas yang sangat fundamental dalam penuntutan tindak pidana. Surat dakwaan merupakan pijakan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman atau untuk membebaskan terdakwa, dan merupakan dasar bagi Terdakwa/penasihat hukumnya agar melakukan pembelaan.

Pasal Pembunuhan
Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membagi ke dalam 3 pasal tindak pidana pembunuhan. Sebagaimana terdapat dalam Bab XIX, Kejahatan Terhadap Nyawa dalam Pasal 338, Pasal 339, dan Pasal 340. Pasal 338 mengatur tentang Pembunuhan biasa, yang oleh R. Soesilo disebut "makar mati". Pasal Pembunuhan ini digunakan apabila Pelaku pembunuhan setelah berniat/bermaksud untuk membunuh maka segera setelah niat itu muncul dia langsung melakukan pembunuhan, tanpa menunggu waktu lama untuk berpikir dan merencanakan pembunuhan. Contoh, seorang suami setelah mendengar anaknya dipukuli tetangga, dengan segera dia mengambil golok ke dapur dan mengayunkannya ke leher tetangga tersebut yyang mengakibatkan kematian.

Pasal 339, pasal ini sering disebut dengan "Pembunuhan dengan pemberatan". Pembunuhan yang dimaksudkan pasal ini adalah pembunuhan yang disertai dengan maksud (moeljatno). Pasal ini digunakan apabila pelaku sebelum atau sesudah kejadian memiliki maksud atau niat tertentu, apakah untuk memeras korban, atau merampok ataukah untuk menghilangkan jejak. Biasanya Pasal ini digunakan untuk pencuri yang membunuh orang yang memergokinya pada saat tertangkap tangan mencuri.

Hukuman Mati
Hukum pidana Indonesia masih menggunakan pembalasan kepada pelaku dengan cara hukuman mati. Di berbagai negara terutama di Eropa hampir tidak ada lagi hukuman mati (capital punishment/death sentence). Hukuman mati untuk tindak pidana pembunuhan hanya ada di Pasal 340 KUHP. Pasal ini hanya berlaku apabila pelaku tindak pidana pembunuhan, dengan sengaja dengan maksud dan dengan motif, serta direncanakan terlebih dahulu. Pasal ini menurut para pembuat undang-undang merupakan Pasal pembunuhan yang paling tinggi dan paling sulit pembuktiannya. Dalam praktik pengadilan, pasal ini digunakan untuk pembunuhan dengan racun, penembak jitu dan pembunuh bayaran.

Kembali ke awal kasus pembunuhan di Bobor. Tindak pidana pembunuhan dilakukan di kamar kontrakan, yang merupakan tempat kejadian tindak pidana (locus delicti). Dari tempat kejadian ditemukan korban sudah tidak bernyawa. Menurut sejumlah pemberitaan di media mengatakan pelaku mengenal korban, malah ada yang mengatakan bahwa pelaku merupakan pacar korban. Pada saat kejadian tetangga sempat mendengar teriakan dari dalam kamar, lalu melaporkan ke Ketua RT yang kemudian membuka kamar dan mendapati korban sudah meninggal dengan beberapa luka lebam.

Jika dan hanya jika benar kronologis tersebut di atas, tanpa memengaruhi proses penegakan hukum yang sedang berlangsung-- ini hanya opini pribadi-- dan tanpa mengesampingkan asas praduga tak bersalah, maka kemungkinan besar pelaku akan didakwa dengan Pasal 338, yaitu pasal Pembunuhan Biasa, yang ancaman hukumannya maksimal 15 tahun. Jika dan hanya jika terbukti secara sah dan meyakinkan, dan tanpa ada keragu-raguan sedikitpun (vide Pasal 183 KUHAP), hakim "umumnya" akan mem-vonis pelaku di bawah pasal yang didakwakan, dengan penjara 10 tahun, setelah menimbang hal-hal yang meringankan karena terdakwa masih muda, dan mengakui perbuatannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meat, Desa Indah di Pinggiran Danau Toba, Tampahan, Balige

Trio Amsisi